
LOS ANGELES, 10 Juni 2025 – Situasi di Los Angeles kian memanas. Di tengah gelombang protes terkait kebijakan imigrasi yang semakin ketat, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengambil langkah mengejutkan: mengirim 700 personel Marinir ke kota tersebut.
Langkah ini menjadi sorotan publik dan pengamat politik, mengingat pengerahan pasukan tempur aktif untuk menangani urusan dalam negeri bukanlah hal yang lazim di Amerika Serikat. Terlebih, pengiriman ini dilakukan tanpa restu dari Gubernur California Gavin Newsom maupun Wali Kota Los Angeles.
Pengerahan Tanpa Restu, Respons Tanpa Kompromi
Trump menyampaikan dalam pernyataan singkat bahwa ia masih mempertimbangkan opsi yang lebih luas, namun menilai situasi di Los Angeles “menuju arah yang benar.” Meski demikian, keputusan pengerahan Marinir ini tetap diambil di awal pekan, tanpa persetujuan resmi dari pemerintah negara bagian.
Seorang pejabat anonim dari lingkaran Trump menyebutkan bahwa para Marinir dikerahkan bukan untuk melakukan penegakan hukum secara langsung, melainkan sebagai dukungan terhadap Garda Nasional dan lembaga penegak hukum lokal.
Namun, hingga kini, Undang-Undang Pemberontakan tahun 1807—yang memungkinkan militer mengambil alih penegakan hukum domestik—belum diberlakukan.
Riwayat Langka: Marinir di Tengah Kota
Menurut Komando Utara AS (NORTHCOM), pasukan yang dikirim berasal dari Batalion ke-2, Marinir ke-7, Divisi Marinir ke-1 yang bermarkas di California. Mereka ditugaskan untuk mengamankan fasilitas dan personel federal hingga bala bantuan Garda Nasional tiba.
Terakhir kali penempatan Marinir dalam skala besar terjadi pada kerusuhan besar di Los Angeles tahun 1992. Fakta ini membuat keputusan Trump kali ini terasa dramatis dan menimbulkan reaksi keras dari berbagai pihak.
Gelombang Protes dan Ketegangan Sosial
Protes terhadap kebijakan imigrasi Trump telah berlangsung selama empat hari berturut-turut. Demonstrasi dipicu oleh penahanan besar-besaran imigran di pusat-pusat detensi serta operasi razia imigrasi di wilayah California Selatan.
Sebagian besar unjuk rasa berjalan damai, namun sejumlah insiden kekerasan juga tercatat, termasuk pembakaran kendaraan dan serangan terhadap petugas. Lima polisi dilaporkan mengalami luka ringan. Meski demikian, banyak aksi diorganisasi secara tertib oleh kelompok advokasi hak sipil dan serikat pekerja.
Kritik Mengalir dari Berbagai Penjuru
Gubernur Gavin Newsom mengecam langkah ini sebagai “tidak masuk akal” dan menudingnya sebagai pelanggaran terhadap prinsip federalisme. Pemerintah negara bagian bahkan mengajukan gugatan hukum untuk menghentikan pengerahan tersebut.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Los Angeles, Jim McDonnell, mengungkapkan kekhawatiran operasional atas kehadiran Marinir, dan menyerukan agar ada koordinasi antarlembaga untuk mencegah miskomunikasi yang berujung konflik.
Antara Keamanan dan Kepentingan Politik
Banyak pengamat menilai langkah Trump ini bermuatan politis. Alih-alih meredakan ketegangan, pengerahan pasukan tempur aktif justru dianggap bisa memperkeruh situasi.
“Marinir bukan untuk urusan domestik. Mereka dilatih untuk medan perang, bukan jalanan kota,” ujar seorang analis dari Al Jazeera.
Namun Trump bersikeras, tindakan ini adalah bentuk pencegahan terhadap potensi kekacauan yang lebih besar. Ia bahkan menyatakan tak menutup kemungkinan adanya pengerahan tambahan jika situasi memburuk.
Ketegangan Berlanjut
Sampai Senin malam, kerumunan massa masih terlihat di pusat kota Los Angeles. Para demonstran terus menyuarakan penolakan terhadap kebijakan imigrasi, menuntut perlindungan bagi para pencari suaka dan imigran tidak berdokumen.
Di tengah bayang-bayang kendaraan tempur dan sorotan tajam publik, Los Angeles saat ini menjadi panggung utama pertarungan antara kekuasaan pusat dan suara rakyat.