
Jakarta – Hanya sedikit wilayah di dunia yang memiliki kepadatan militer dan gejolak politik setinggi Kashmir. Terletak di kaki pegunungan Himalaya dan berbatasan langsung dengan tiga negara berkekuatan nuklir — India, Pakistan, dan Cina — Kashmir telah lama menjadi pusat konflik yang kompleks, dengan ambisi teritorial dan rivalitas yang terus menyala.
Ketegangan kembali meningkat secara drastis. Pada Selasa (22/04), serangan mematikan oleh kelompok militan terhadap wisatawan di wilayah Kashmir yang dikelola India menewaskan sedikitnya 26 orang dan melukai puluhan lainnya. Ini menjadi serangan terhadap warga sipil paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah India mengecam insiden tersebut sebagai aksi terorisme.
Beberapa hari sebelumnya, terjadi serangkaian baku tembak yang menewaskan tiga militan dan seorang tentara India — menunjukkan bahwa situasi keamanan di wilayah tersebut tetap genting.
Mengapa Kashmir Begitu Penting?
Wilayah Kashmir mencakup sekitar 222.200 km² dan dihuni oleh sekitar 20 juta jiwa. Pembagiannya secara de facto adalah sebagai berikut:
- India mengelola wilayah paling padat penduduk: Lembah Kashmir, Jammu, dan Ladakh.
- Pakistan menguasai bagian utara, termasuk Azad Jammu dan Kashmir (AJK) serta Gilgit-Baltistan.
- Cina mengelola wilayah Aksai Chin dan Lembah Shaksgam yang nyaris tak berpenghuni.
Konflik modern di Kashmir bermula dari tahun 1947, saat pembagian India dan Pakistan pasca-kemerdekaan dari Inggris. Saat itu, wilayah Jammu dan Kashmir dipimpin oleh Maharaja Hari Singh, seorang Hindu, yang awalnya memilih netral. Namun, invasi oleh pejuang pro-Pakistan membuat Maharaja meminta bantuan militer India, dan sebagai gantinya, menandatangani Instrumen Akses yang menyerahkan wilayahnya ke India — dokumen ini menjadi dasar klaim sah India, meskipun keabsahannya masih diperdebatkan oleh sejumlah ahli hukum.
Klaim Cina dalam Konflik Kashmir
Meskipun lebih sering terdengar sebagai konflik India–Pakistan, Cina juga memegang kepentingan strategis besar. Aksai Chin, yang dikuasai Cina sejak 1950-an, dianggap vital sebagai jalur penghubung antara Xinjiang dan Tibet. Wilayah ini menjadi sumber konflik antara India dan Cina, bahkan memicu perang singkat pada tahun 1962. Cina juga mengklaim Lembah Shaksgam, meskipun daerah ini nyaris tak berpenghuni.
Selain aspek strategis, Kashmir juga penting bagi proyek besar Cina seperti Koridor Ekonomi Cina–Pakistan (CPEC) yang melintasi Gilgit-Baltistan. Ini menambah bobot ekonomi dalam pertimbangan geopolitik Beijing atas kawasan ini.
Wilayah yang Dijaga Ketat
India menempatkan lebih dari 750.000 tentara di Jammu dan Kashmir — jumlah yang sangat besar jika dibandingkan dengan penduduk sipilnya. Sebagian besar pasukan ditempatkan di Lembah Kashmir yang mayoritas berpenduduk muslim.
Sementara itu, Pakistan menempatkan sekitar 120.000 pasukan keamanan di sepanjang Garis Kontrol (LoC), termasuk satuan elite seperti Mujahid Force, serta 230.000 personel tambahan di kawasan tersebut.
Kepadatan militer ini sejajar — bahkan melebihi — yang ada di Semenanjung Korea, menjadikan Kashmir salah satu wilayah dengan militerisasi tertinggi di dunia.
Kelompok Militan dan Kompleksitas Konflik
Pemberontakan bersenjata di Kashmir yang dikelola India meletus pada akhir 1980-an, dipicu oleh kombinasi ketidakpuasan lokal dan dukungan dari luar negeri. India menuding Pakistan mendukung kelompok militan seperti Hizbul Mujahideen, Jaish-e-Mohammed, dan Lashkar-e-Taiba — tuduhan yang dibantah Islamabad.
Kelompok-kelompok ini secara aktif melancarkan serangan, menciptakan siklus kekerasan yang memperparah ketegangan regional.
Apakah Konflik Akan Kembali Memanas?
Sebagai respons atas serangan terbaru terhadap wisatawan, India mengambil langkah-langkah tegas terhadap Pakistan: menurunkan tingkat hubungan diplomatik, menutup jalur perbatasan, dan menangguhkan Perjanjian Indus Waters 1960 — perjanjian penting yang mengatur pembagian air Sungai Indus.
Pakistan memperingatkan bahwa pelanggaran terhadap perjanjian tersebut akan dianggap sebagai “aksi perang”.
Ketegangan ini mengingatkan pada krisis 2019, saat serangan bom bunuh diri di Pulwama menewaskan 40 tentara paramiliter India dan memicu serangan udara balasan ke wilayah Pakistan. Pada tahun yang sama, India mencabut Pasal 370 Konstitusi yang memberikan otonomi khusus bagi Jammu dan Kashmir — langkah yang memicu kerusuhan dan memancing reaksi keras dari Pakistan.
Kesimpulan
Kashmir tetap menjadi salah satu titik panas paling sensitif di dunia. Dengan kepentingan strategis yang menyentuh tiga negara berkekuatan nuklir, serta akar konflik yang dalam dan kompleks, kawasan ini tetap berisiko tinggi menjadi pemicu krisis besar lainnya.