
ISTANBUL, Setelah lebih dari tiga tahun konflik yang menelan puluhan ribu korban jiwa, Ukraina dan Rusia menggelar perundingan damai langsung di Turkiye pada Kamis (15/5/2025) atau Jumat (16/5/2025) waktu setempat. Namun, pertemuan ini berlangsung tanpa kehadiran langsung Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky maupun Presiden Rusia Vladimir Putin.
Zelensky yang sudah tiba di Turkiye menegaskan bahwa ia tidak akan menghadiri perundingan tersebut secara langsung.
“Saya tidak akan hadir karena Presiden Putin menolak undangan saya untuk berdialog secara langsung,” ujarnya, dikutip dari kantor berita AFP.
Sejak invasi Rusia pada Februari 2022, sekitar 20 persen wilayah Ukraina masih dikuasai pasukan Moskwa.
Jadwal dan Lokasi Perundingan
Pertemuan awalnya dijadwalkan pada Kamis, tetapi waktu pelaksanaan masih belum pasti. Zelensky mengatakan, “Bisa hari ini, bisa besok,” menanggapi ketidakpastian jadwal.
Delegasi Rusia tiba di Istanbul sejak Kamis pagi, sedangkan tim Ukraina baru dijadwalkan datang malam harinya dari Ankara.
Sebelumnya, Zelensky juga bertemu dengan Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan di Istanbul pada Kamis sore, menurut laporan AFP.
Delegasi Kedua Pihak
Delegasi Rusia dipimpin oleh Vladimir Medinsky, mantan Menteri Kebudayaan sekaligus penasihat Putin yang dikenal keras sikapnya. Tim Rusia juga terdiri dari Wakil Menteri Luar Negeri Mikhail Galuzin, Wakil Menteri Pertahanan Alexander Fomin, dan Kepala Badan Intelijen Militer (GRU) Igor Kostyukov.
Zelensky mengkritik tingkat perwakilan Rusia yang hadir, menilai hal tersebut mencerminkan ketidaksiapan Moskwa untuk menyelesaikan konflik secara serius.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Ukraina Rustem Umerov memimpin delegasi negaranya, didampingi Wakil Menteri Luar Negeri Sergiy Kyslytsya, Wakil Kepala Dinas Keamanan Oleksandr Poklad, Wakil Kepala Staf Umum Oleksiy Shevchenko, serta sejumlah pejabat militer tingkat deputi.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, juga hadir di Istanbul pada Jumat untuk menggelar pembicaraan terpisah dengan sejumlah menteri luar negeri Eropa terkait situasi di Ukraina.
Sikap dan Posisi yang Bertolak Belakang
Ukraina datang dengan mandat untuk membahas gencatan senjata tanpa syarat, yang didukung oleh Kyiv, negara-negara sekutu, serta Amerika Serikat.
Namun, Rusia tetap menolak gagasan tersebut dan bersikeras menyelesaikan beberapa isu mendasar terlebih dahulu sebelum gencatan senjata diberlakukan. Moskwa mempertahankan tuntutannya soal “denazifikasi” dan demiliterisasi Ukraina—istilah yang selama ini dipakai untuk membenarkan invasi—serta menuntut penyerahan wilayah yang telah didudukinya.
Di sisi lain, Ukraina menegaskan tidak akan pernah mengakui wilayahnya sebagai bagian dari Rusia. Namun, Zelensky mengakui bahwa kemungkinan mendapatkan kembali wilayah tersebut lebih realistis lewat jalur diplomatik.
Presiden AS Donald Trump menyatakan skeptisisme terhadap hasil pertemuan ini. Menurutnya, upaya menghentikan perang tidak akan berhasil tanpa pembicaraan langsung antara dirinya dan Putin.
Meski begitu, Turkiye sebagai tuan rumah menunjukkan optimisme. Delegasi Rusia menyebut mereka siap membuka diskusi mengenai “kemungkinan kompromi”.
Alasan Turkiye Menjadi Lokasi Perundingan
Sebagai anggota NATO, Turkiye memiliki posisi strategis karena tetap menjaga hubungan baik dengan Rusia dan Ukraina sejak awal konflik.
Istanbul bukan kali pertama menjadi tempat negosiasi. Pada Maret 2022, kedua pihak sempat merumuskan kerangka penyelesaian damai di kota ini. Namun, perundingan tersebut gagal setelah Rusia mundur dari Kota Bucha dekat Kyiv, yang menjadi saksi pembantaian warga sipil selama pendudukan pasukan Moskwa.
Menurut Medinsky, pembicaraan kali ini merupakan kelanjutan dari negosiasi yang gagal pada 2022. Sejak saat itu, komunikasi lebih banyak difokuskan pada isu kemanusiaan, termasuk pertukaran tahanan dan pemulangan jenazah tentara.