
WASHINGTON D.C. — Konflik di level elit politik dan teknologi Amerika Serikat kembali meledak. Kali ini, Elon Musk, tokoh sentral dunia teknologi dan CEO Tesla serta SpaceX, terang-terangan menyatakan dukungannya terhadap usulan pemakzulan Presiden Donald Trump. Tak hanya itu, Musk bahkan menyebut nama senator JD Vance sebagai calon pengganti.
Dinamika ini bermula dari unggahan komentator konservatif Ian Miles Cheong yang memprovokasi wacana pemakzulan dengan menyebut bahwa JD Vance lebih layak memimpin Negeri Paman Sam. Musk hanya menjawab satu kata, “Ya,” namun cukup untuk mengguncang ruang politik AS.
Dukungan Tak Terduga dari Parlemen
Menariknya, beberapa anggota Partai Republik di Senat yang selama ini dikenal sebagai benteng pendukung Trump, turut mempertimbangkan pemakzulan. Alasan mereka cukup konkret: rancangan undang-undang anggaran versi Trump dinilai berpotensi menambah utang negara hingga 2,4 triliun dolar AS, menyentuh angka mencengangkan, yakni 36,2 triliun dolar dalam sepuluh tahun ke depan.
Ketidakpuasan ini membuka peluang besar bagi nama JD Vance, Senator Ohio yang tengah naik daun. Namun, Vance justru menolak dengan elegan.
JD Vance Menolak Tahta Politik Instan
Dalam pernyataannya, JD Vance memuji kecerdasan Elon Musk, tapi mengingatkan bahwa emosi tak seharusnya memandu keputusan politik. Ia menolak terlibat dalam upaya yang dianggapnya inkonstitusional.
“Pemakzulan bukan solusi untuk perpecahan politik. Saya tetap setia pada Presiden Trump,” ujarnya dalam wawancara yang dikutip The Guardian.
Vance berusaha menyeimbangkan diri dalam badai yang melibatkan dua kekuatan besar—Musk dengan pengaruh industrinya, dan Trump dengan basis politik konservatif yang fanatik.
Retaknya Hubungan: Dari Mitra Jadi Musuh
Hubungan Musk dan Trump sebelumnya tampak solid. Keduanya kerap saling mendukung dalam kebijakan dan wacana publik. Namun retakan mulai muncul setelah Trump secara terbuka mengecam Musk atas kritik terhadap rencana anggaran pemerintah.
“Dia gila,” ujar Trump pada wartawan di Gedung Putih, Kamis (5/6), sembari mengancam akan mencabut kontrak pemerintah dengan perusahaan-perusahaan milik Musk.
Musk tak tinggal diam. Ia membalas sindiran Trump di platform X miliknya, menyatakan bahwa tanpa dukungannya, Trump tak akan pernah kembali ke Gedung Putih. Ia bahkan menyentil ancaman lebih serius: kemungkinan menghentikan operasional wahana luar angkasa Dragon, yang selama ini menjadi tulang punggung logistik ISS (Stasiun Luar Angkasa Internasional).
Akhir dari Sebuah Aliansi
Perseteruan itu kini resmi menjadi perang terbuka. Trump menyatakan bahwa hubungannya dengan Elon Musk telah benar-benar berakhir.
Apa yang dulunya terlihat sebagai kemitraan strategis kini berubah menjadi konfrontasi ideologis—yang bisa berdampak besar tidak hanya pada pemilu 2028, tetapi juga arah masa depan politik dan teknologi Amerika Serikat.