
Setidaknya tujuh orang tewas dan 20 lainnya terluka dalam serangan terhadap sebuah rumah sakit dan pasar di Old Fangak, Sudan Selatan, pada Sabtu (3/5). Serangan ini meningkatkan kekhawatiran bahwa negara termuda di dunia itu berada di ambang perang saudara baru.
Organisasi medis internasional Médecins Sans Frontières (MSF) atau Doctors Without Borders mengutuk serangan tersebut, yang terjadi pada dini hari di rumah sakit mereka yang terletak di Negara Bagian Jonglei, timur laut Sudan Selatan.
Menurut MSF, helikopter tempur menjatuhkan bom di apotek rumah sakit mereka dan menembaki kota tersebut selama sekitar 30 menit. Akibatnya, apotek terbakar habis dan seluruh perlengkapan medis musnah. Rumah sakit yang diserang itu merupakan satu-satunya fasilitas kesehatan yang melayani lebih dari 110.000 warga di wilayah tersebut. Sebuah pasar warga sipil di dekat rumah sakit juga turut dibom menggunakan pesawat nirawak.
“Serangan ini sangat membahayakan kemampuan kami dalam memberikan layanan kesehatan yang menyelamatkan nyawa di Old Fangak,” ungkap MSF dalam pernyataannya.
Tudingan terhadap Pasukan Pemerintah
Motif serangan masih belum jelas dan belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab. Namun, Komisaris Daerah Fangak, Biel Boutros Biel, menuduh pasukan pemerintah — Pasukan Pertahanan Rakyat Sudan Selatan (SSPDF) — berada di balik serangan tersebut.
Dalam pernyataan audio yang disiarkan televisi lokal, Biel menyebut bahwa serangan itu memaksa lebih dari 30.000 warga sipil mengungsi.
“Pemerintah menggunakan sumber daya alam untuk membunuh rakyatnya sendiri hanya karena mereka Nuer,” ujar Biel, merujuk pada etnis dominan di wilayah tersebut yang dikenal mendukung faksi oposisi pimpinan Wakil Presiden Riek Machar.
CNN telah menghubungi pemerintah Sudan Selatan untuk memberikan klarifikasi, namun belum menerima tanggapan.
Meningkatnya Ketegangan Politik
Serangan ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Presiden Salva Kiir dan Wakil Presiden Riek Machar. Kedua tokoh ini memimpin faksi yang bertikai namun kini berada dalam pemerintahan koalisi hasil kesepakatan damai 2018. Machar sendiri ditangkap pada Maret lalu, dituduh berupaya memicu pemberontakan, yang disebut-sebut semakin merusak stabilitas politik negara tersebut.
Sehari sebelum serangan, perwakilan dari Kanada, Jerman, Belanda, Norwegia, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Eropa memperingatkan memburuknya situasi keamanan dan menyerukan pembebasan Machar. Mereka menekankan bahwa semua pihak harus mengakhiri penggunaan kekerasan sebagai alat politik.
Gencatan Senjata yang Rapuh
Sudan Selatan merdeka dari Sudan pada 2011 setelah bertahun-tahun konflik. Namun, negara ini tenggelam dalam perang saudara pada 2013 setelah Presiden Kiir memecat Machar dari jabatan wakil presiden. Konflik selama lima tahun menewaskan sekitar 400.000 orang sebelum tercapai kesepakatan damai pada 2018.
Meskipun perjanjian damai melahirkan pemerintahan koalisi dengan lima wakil presiden termasuk Machar, ketegangan antaretnis — terutama antara suku Dinka (asal Kiir) dan Nuer (asal Machar) — terus berlanjut.
Penangkapan Machar baru-baru ini oleh pemerintah disebut oleh kelompoknya, SPLM/A-IO, sebagai pelanggaran fatal terhadap kesepakatan damai.
Krisis Kemanusiaan
Serangan terhadap rumah sakit MSF ini merupakan insiden kedua dalam waktu kurang dari sebulan. Pada 14 April lalu, kelompok bersenjata menjarah fasilitas MSF di Ulang, Negara Bagian Upper Nile, memutus akses layanan kesehatan bagi ribuan warga.
Menurut laporan UNHCR tahun 2025, Sudan Selatan menghadapi salah satu krisis pengungsi terparah di Afrika. Saat ini, ada sekitar 2,3 juta pengungsi dan pencari suaka di negara-negara tetangga, serta dua juta orang mengungsi di dalam negeri akibat konflik dan bencana.