
Yerusalem – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menghadapi penolakan tegas dari Pengadilan Negeri Yerusalem terkait permintaan penundaan sidang kasus korupsinya. Dalam satu hari, Jumat (27 Juni 2025), dua upaya penundaan yang diajukan tim hukumnya ditolak.
Permohonan awal yang diajukan pengacara Netanyahu, Amit Hadad, meminta waktu jeda dua pekan untuk menyikapi persoalan diplomatik dan keamanan yang tengah dihadapi negara. Namun Hakim Rivka Friedman-Feldman menolak permintaan tersebut karena dinilai tidak memiliki alasan hukum yang memadai.
“Tidak ada dasar atau penjelasan rinci yang bisa membenarkan pembatalan sidang pembuktian,” tegas Hakim Rivka, seperti dikutip dari Times of Israel.
Upaya Kedua Pun Gagal
Setelah permintaan pertama ditolak, Hadad kembali mengajukan permintaan kedua pada Jumat sore, kali ini menyertakan salinan jadwal resmi Netanyahu selama seminggu ke depan sebagai bukti kesibukannya. Namun, pengadilan tetap menolak.
Menurut pernyataan pengadilan, tidak ada informasi luar biasa dalam jadwal tersebut yang cukup untuk menunda proses hukum.
Satu-satunya kelonggaran yang diberikan adalah waktu sidang pada Senin (30 Juni) yang akan dimulai lebih lambat, yakni pukul 11.30 waktu setempat.
Jaksa dan Oposisi Menolak Penundaan
Jaksa penuntut menilai permintaan tersebut tidak cukup kuat, terutama menjelang masa reses pengadilan musim panas. Mereka juga mengingatkan bahwa proses persidangan telah beberapa kali melambat karena berbagai permintaan dari pihak terdakwa.
Netanyahu diketahui sedang diadili atas tiga kasus dugaan korupsi, dengan tuduhan penyuapan, penipuan, serta penyalahgunaan kepercayaan publik. Ia dengan keras menolak semua tuduhan dan menyebutnya sebagai upaya kudeta politik yang dilakukan aparat hukum.
Reaksi Politik: Pro dan Kontra
Penolakan pengadilan memicu respons tajam dari berbagai tokoh politik Israel. Menteri Keuangan Bezalel Smotrich mengecam keputusan tersebut, menyebutnya sebagai bukti bahwa pengadilan tidak memahami urgensi situasi nasional.
“Ini menunjukkan ketidaksensitifan terhadap realitas dan kurangnya kebijaksanaan dalam menilai prioritas nasional,” ujar Smotrich.
Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir menyebut sistem hukum Israel “tidak relevan”, senada dengan Menteri Komunikasi Shlomo Karhi.
Sementara itu, Ketua Oposisi Yair Lapid meminta pihak asing, termasuk mantan Presiden AS Donald Trump, untuk tidak ikut campur dalam urusan hukum domestik Israel.
“Hukum kita adalah urusan internal. Kedaulatan hukum harus dihormati,” ujar Lapid.
Netanyahu sendiri belum mengeluarkan pernyataan langsung setelah dua penolakan tersebut.