
Siprus saat ini menghadapi fenomena meningkatnya pembelian properti oleh warga negara Israel. Lonjakan minat ini makin terlihat sejak konflik bersenjata antara Israel dan Iran yang berlangsung selama 12 hari sejak 13 Juni 2025.
Media lokal Siprus, Politis, dalam laporan terbarunya bahkan menyoroti tren ini dengan judul yang cukup mencolok: “Seakan-akan ini adalah Tanah yang Dijanjikan yang baru. Mengapa warga Yahudi membeli tanah di Siprus?” Judul tersebut mengacu pada narasi historis klaim Zionis atas wilayah Palestina.
Komunitas Israel Kian Membesar di Siprus
Laporan tersebut mencatat bahwa jumlah warga Israel di Siprus kini telah mencapai sekitar 15.000 orang. Keberadaan komunitas ini turut ditandai dengan berkembangnya aktivitas kelompok Yahudi Chabad, yang membangun berbagai fasilitas keagamaan dan sosial, seperti sinagoge, taman kanak-kanak, pusat makanan kosher, hingga tempat pemandian ritual (mikveh).
“Warga Israel yang datang ke pulau ini nyaris seperti membangun kota sendiri,” tulis Politis.
Sebenarnya, ketertarikan warga Israel terhadap properti di Siprus sudah muncul sejak masa pandemi COVID-19. Namun, kondisi geopolitik belakangan ini semakin mendorong percepatan pembelian lahan dan properti di berbagai wilayah di pulau tersebut.
Tuduhan Membentuk ‘Ghetto’ dan Ancaman Keamanan Nasional
Kekhawatiran datang dari berbagai pihak, salah satunya dari Stefanos Stefanou, Sekretaris Jenderal Partai AKEL — partai oposisi terbesar di Siprus. Dalam konferensi persnya pada 24 Juni 2025, Stefanou menyampaikan bahwa tren pembelian properti oleh warga Israel berpotensi membahayakan kedaulatan dan keamanan nasional Siprus.
“Negara kita seperti sedang dicaplok. Israel secara sistematis membeli lahan di lokasi-lokasi strategis,” tegasnya.
Stefanou juga menyebutkan bahwa komunitas Israel mulai membangun kawasan eksklusif yang bersifat tertutup, terutama di kota Larnaca dan Limassol. Kawasan ini hanya dapat diakses oleh warga Israel, sehingga memicu kekhawatiran akan terbentuknya semacam enclave atau ‘ghetto’ eksklusif.
Usulan Pembatasan Pembelian Tanah
Menanggapi situasi tersebut, Partai AKEL telah mengajukan dua rancangan undang-undang ke parlemen. Tujuannya adalah untuk membatasi pembelian properti oleh warga negara non-Uni Eropa, khususnya di wilayah-wilayah yang dianggap sensitif terhadap keamanan nasional.
Stefanou menegaskan bahwa inisiatif ini bukanlah bentuk xenofobia atau anti-semitisme. “Tanggung jawab utama pemerintah adalah memastikan tanah Siprus tetap menjadi milik rakyat Siprus,” tegasnya.
Ia juga mencontohkan bahwa beberapa negara di Eropa seperti Jerman, Italia, dan Spanyol telah menerapkan pembatasan serupa terhadap kepemilikan tanah oleh warga asing.
Data Pembelian Properti oleh Warga Israel
Berdasarkan data Cyprus Mail, sejak tahun 2021 hingga awal 2025, warga Israel menjadi kelompok pembeli asing terbesar keempat di Siprus, setelah warga Inggris, Rusia, dan Lebanon. Berikut adalah rinciannya:
-
Larnaca: 1.406 properti (481 bersertifikat), mayoritas berupa lahan untuk pembangunan resor dan spa di kawasan seperti Pyla, Ormideia, dan Pervolia.
-
Limassol: 1.154 properti (511 bersertifikat).
-
Paphos: 1.291 properti (867 bersertifikat).
Meskipun warga lokal masih menjadi pemilik properti terbesar secara keseluruhan, tren pembelian oleh warga Israel menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dan berkelanjutan.
Fenomena ini membuka perdebatan di tengah masyarakat Siprus tentang batas antara investasi asing dan ancaman terhadap kedaulatan negara. Pemerintah pun kini didesak untuk segera merumuskan kebijakan yang seimbang antara menarik investasi dan menjaga kendali atas tanah dan aset nasional.